Senin, 11 November 2013

Birthday Presents Extraordinary

“Gelar Pahlawan yang Terlambat”
Oleh : Tri Indah Sari


            Matahari mulai terbit dan memancarkan sinarnya dari arah barat. Titik – titik embun membasahi setiap tumbuhan hidup dipelataran sebuah rumah sederhana yang berada dikawasan Menteng Jl. Besuki No. 27. Dari dalam rumah nampak terdengar suara percakapan antara Ibu dan anak.
            “Bu... saya pergi dulu” ujar Bambang Sulistomo kepada ibunya, Sulistina Sutomo.
            “Iya nak, pergilah. Hati – hati dijalan jangan lupa bawalah ini untuk nyekar di kuburan bapak nanti, Maaf  ibu tidak bisa ikut” kata ibu kepada Bambang sambil memberikan sebuah toples yang berisi air bunga dan potongan daun pandan yang dibungkus sebuah taplak bermotif batik tulis Madura.
            “Iya bu, terimakasih banyak” ucap Bambang sambil mencium tangan ibunya.
            Bambang menghidupkan mesin motornya dan bergegas menuju kawasan Monumen tugu Pahlawan 10 November yang terletak di Jl. Pahlawan 60175, Kota Surabaya tepatnya didepan kantor Gubernur Jawa Timur.
Sesampainya disana Bambang langsung mencari tempat yang aman untuk memarkirkan motornya. Lalu berjalan ke arah  lapangan dan masuk kedalam sebuah barisan yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat diantaranya ada Guru, Polisi, Polwan, Tentara, Pejabat, Kepala Desa, Camat, Walikota dan tokoh – tokoh masyarakat lainnya untuk mengikuti upacara peringatan hari Pahlawan.
Saat tengah mengheningkan cipta, tiba – tiba setetes air bening jatuh dari pelupuk mata Bambang. Suasana saat itu mengingatkan Bambang pada Ayahnya, Bung Tomo. Seorang tokoh sentral yang dikenal dengan semboyan “rawe – rawe rantas malang – malang tuntas” dan rela berjuang mempelopori Kemerdekaan di tanah Surabaya serta berhasil membakar semangat juang arek – arek suroboyo dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada waktu itu.
Tak ingin larut dalam suasana, sejenak Bambang melemparkan pandangannya pada sebuah monumen yang menjadi markah tanah Kota Surabaya. Monumen setinggi 41,15 meter berbentuk lingga atau paku terbalik. Monumen yang dibangun oleh pemerintah Jawa Timur untuk mengenang jasa para pahlawan yang berperang mempertahankan Kemerdekaan. Monumen itu berbentuk lengkungan-lengkungan  sebanyak 10 lengkungan, dan terbagi atas 11 ruas. Tinggi dan ruas mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945. Suatu tanggal bersejarah, bukan hanya bagi penduduk kota Surabaya, tetapi juga bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Hari Pahlawan memang rutin diperingati di seluruh Indonesia khususnya dikota Surabaya yang disebuat juga sebagai Kota Pahlawan. Tapi hal itu tidak lebih dari pada Ceremonial belaka. Nilai – nilai yang terkandung didalamnya tidak lagi dihayati dan tidak mewarnai aktivitas kehidupan bermasyarakat. Kehidupan Dinamis ala Barat yang sangat mendewakan Individu, terlihat sangat berperan penting sebagai penyebab memudarnya nilai – nilai kepahlawanan yang ada pada generasi muda Indonesia saat ini.
Usai mengikuti upacara memperingati hari Pahlawan, Bambang kembali bergegas menuju makam Ayahnya yang terletak diPemakaman Umum, Ngagel Surabaya.  

***


            Dahulu saat Bung Tomo masih hidup ia pernah berwasiat kepada istrinya, Sulistina Sutomo.
            “Bu... jika bapak meninggal nanti tolong sampaikan kepada Bambang jangan kuburkan bapak di Taman Makam Pahlawan” ujar Bung Tomo kepada istrinya.
            “Memangnya kenapa pak? Mengapa bapak tidak ingin dikuburkan diTaman Makam Pahlawan ? tanya istrinya penasaran.
            “Karena menurut bapak, diTaman Makam Pahlawan itu banyak diisi oleh Pahlawan yang mucul saat perang telah usai. Ibaratnya seperti Pelagi yang muncul saat hujan telah berhenti. Pada saat Negara dalam  keadaan kritis, banyak diantara mereka yang dianggap sebagai  Pahlawan tidak berani membela Kemerdekaan bangsa. Namun, saat Negara sudah kembali damai mereka justru menampakkan diri dan mengagung – agungkan jasanya agar dikenang sepanjang masa” kata Bung Tomo menjelaskan kepada istrinya.
            “Baiklah pak jika demikian, Nanti akan ibu sampaikan Wasiat bapak  kepada Bambang” kata Ibu Sulistina kepada suaminya.
            “Terimakasih banyak bu, bapak berharap semoga ibu dan Bambang mengerti akan maksud bapak”
            “Iya pak, ibu mengerti”
            Selain itu, saat masih hidup Bung Tomo pernah mengkritik Soekarno & Soeharto ketika keduanya menjadi Presiden. Bung Tomo pernah terlibat adu mulut dengan Bung Karno. Pertemanannya dengan Proklamator RI Soekarno memburuk setelah keduanya terlibat pertengkaran. Ketika mengingatkan teman, Bung Tomo tidak perduli dengan segala kepentingan diri sendiri seperti jabatan, kekuasaan maupun harta kekayaan.
            Pada masa pemerintahan orde Baru, Bung Tomo banyak mengkritik kebijakan Soeharto yang dianggapnya mulai melenceng. Akibatnya tanggal 11 April 1978 ia ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Soeharto. Hal inilah yang dinilai sebagai penyebab belum diakuinya Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah

***


           Pada saat perjalanan menuju Pemakaman Umum  di Ngagel Surabaya , tiba – tiba  Bambang menghentikan motor yang dikendarainya saat tengah melintasi Jembatan Merah. Bambang kembali teringat akan Ayahnya, Bung Tomo yang telah Wafat pada 7 Oktober 1981 di Padang Arafah Arab Saudi pada umur 61 tahun.
            Bambang  juga teringat akan peristiwa heroik yang terjadi diTanah Surabaya dan Jembatan Merah itulah yang menjadi saksi bisunya.
            Pertempuran 10 November disurabaya kala itu diawali oleh sebuah Insiden perobekan Bendera Merah Putih Biru yang dikibarkan oleh sekelompok orang Belanda di Hotel Yamato Jl. Tunjungan no.65 Surabaya, yang dikemudian dirobek warna birunya oleh pemuda Surabaya karena mereka menganggap bahwa Belanda telah menghina Kedaulatan Indonesia.
            Setelah itu Terbunuhnya Brigadir Jendral Aubertin Mallaby, (pimpinan tentara Inggris) oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia pada saat melewati Jembatan Merah, juga merupakan bagian dari penyebab terjadinya pertempuran 10 November.
            Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia  sehingga keluarlah sebuah Ultimatum 10 November 1945 yang dibuat oleh Mayor Jendral Mansergh, untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara Inggris.
            Pada 10 November pagi , tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar yang diawali dengan dentuman bom yang sangat dahsyat. Akibatnya tidak sedikit korban yang berjatuhan dimana-mana. Hingga suatu ketika seorang pelopor  pemuda yang mempunyai andil besar dalam memompa semangat, keberanian, dan rasa cinta tanah air , berpidato lewat  sebuah siaran diradio.

            Berikut ini isi pidato Bung Tomo yang berhasil mengobarkan  semangat arek – arek suroboyo dalam melawan para Penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia :

 Saudara-saudara rakyat  jelata di seluruh Indonesia
terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini
tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau
 kita sekalian telah menunjukkan
bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku
pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali
pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli
dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini 
di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing 
dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol
telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
dengan mendatangkan presiden dan pemimpin - pemimpin lainnya ke Surabaya ini
maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita semuanya
kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu
dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya
ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa ingin mendengarkan
 jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini
dengarkanlah ini tentara inggris
ini jawaban kita
ini jawaban rakyat Surabaya ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris
kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
kau menyuruh kita membawa senjata - senjata yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
tetapi inilah jawaban kita :
 selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan sekali lagi jangan mulai menembak baru kalau kita ditembak
maka kita akan ganti menyerang mereka itu kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka semboyan kita tetap:
merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian
 Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! 
MERDEKA!!!

***


            Sesampainnya di Pemakaman Umum Ngagel Surabaya , Bambang langsung mencari Makam Ayahnya. Lalu dibukanya sebuah toples berisi air bunga dan potongan daun pandan yang dititipkan oleh ibunya.
            Kemudian Bambang berdo’a sambil menitikan air mata untuk Ayahnya.
            “Ya Allah.. yang maha Pengasih lagi maha Penyayang , ampunilah segala dosa – dosa bapak selama didunia. Jauhkanlah Bapak dari siksaan api neraka dan berikanlah bapak tempat yang  lapang disisi mu. Agar bapak bahagia disana. Robbighfirlii waliwaalidayya Robbirhamhumaa kamaa Robbayaanii shoghiiroo,  Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar" Amin.
            Seusai berdo’a Bambang menyapu linangan air mata yang membasahi pipinya. Lalu ditaburinya kuburan ayahnya dengan setoples air bunga dan potongan daun pandan. Sejenak ia berdiri dan memandang pusara kubur ayahnya kemudian berjalan pergi meninggalkan makam sambil sesekali menengok kearah kuburan ayahnya.
            “Bapak, maafkan Bambang. Meskipun bapak belum diakui sebagai Pahlawan Nasional sampai saat ini oleh pemerintah tapi bapak tetap jadi seorang Pahlawan untuk Bambang, Bambang bangga punya Ayah seperti bapak, dan Bambang yakin bahwa rakyat  juga mengakui bahwa bapak adalah seorang Pahlawan yang luar biasa bagi mereka. Bambang juga mengerti mengapa bapak tidak ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan  layaknya seorang Pahlawan Nasional, karena bapak ingin berbaur ditengah – tengah makam para rakyat di Pemakaman Umum ini.  Semoga bapak tenang diAlam sana.” Bambang berkata dalam hati.

***


            Usai nyekar dimakam ayahnya, Bambang pulang kerumah. Sesampainya dirumah Bambang disambut dengan hangat oleh ibunya.
            “Assalamualaikum bu” ujar Bambang sambil mencium tangan ibunya.
            “Walaikum salam nak” balas ibu Sulistina sambil mengelus kepala putranya.
            “Ayo istirahatlah dulu , ibu sudah buatkan teh hangat untumu”
            “Iya bu, terimakasih”
            “Nak.. ini ada undangan dari Ketua Umum GP Ansor. Bapak Saifullah Yusuf untuk kamu” Kata ibu sulistina sembari menyerahkan sebuah surat undangan kepada Bambang.
            “Undangan apa bu?” tanya Bambang penasaran.
            “Tadi pagi setelah upacara peringatan Hari Pahlawan beliau datang mencarimu, katanya beliau berinisiatif untuk mengusulkan Ayahmu sebagai Pahlawan Nasional karena sampai saat ini Ayahmu belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah” kata Ibu Sulistina menjelaskan.
            “Untuk apa mengusulkan bapak sebagai Pahlawan Nasional bu ? jika pemerintah memang menyadari bahwa bapak adalah Pahlawan maka sudah seharusnya pemerintah memberikan gelar pahlawan Nasional pada bapak tanpa harus adanya usulan dari kita” ungkap Bambang, seperti kurang setuju dengan penjelasan dari ibunya.
            “Iya nak,  ibu juga tahu bahwa bapakmu bukan orang yang gila akan kehormatan. Ibu juga mengerti bahwa bapak tidak perlu pengakuan sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah pusat. Tapi yang penting rakyat mengetahui dan mengakui bahwa bapakmu adalah pahlawan untuk kita semua”  ujar ibu Sulistina sambil meneteskan air mata tanpa disadarinya secara tiba – tiba.
            “Iya bu , Bambang juga mengerti akan hal itu”.
            “Besok pergilah ke kantor GP Ansor dan temuilah Bapak Saifullah Yusuf , orang yang berniat baik untuk mengingatkan kepada pemerintah tentang pentingnya Ayahhmu.
            “Iya bu, besok saya akan pergi menemui beliau” kata Bambang menuruti perintah ibunya.

***


            Keesokan harinya dikantor Ketua Umum GP Ansor.
            “Selamat pagi Pak Bambang” Ujar Gus Ipul sambil menjabat tangan Bambang
            “Selamat pagi juga pak”
            “Begini Pak Bambang , Peringatan Hari Pahlawan 10 November sangatlah identik dengan tokoh Bung Tomo.  Tetapi , terus terang, saya kaget karena sampai saat ini ternyata pemerintah pusat belum juga mengakui Ayah anda sebagai Pahlawan Nasional. Kira – kira apakah penyebabnya?”
            “Belum diakuinya bapak sebagai Pahlawan Nasional menurut saya disebabkan karena adanya gesekan antara bapak dengan Pemerintah Orde baru pada waktu itu. Selain itu ada persyaratan administrasi yang belum dipenuhi untuk mengusulkan Ayah saya sebagai Pahlawan Nasional yaitu Bung Tomo belum di seminarkan di didaerah” kata Bambang menjelaskan.
            “Lantas apa tujuan dari seminar itu Pak Bambang”? tanya Saiffulah Yusuf.
            “Seminar itu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pihak yang keberatan Bung Tomo menjadi Pahlawan Nasional atau tidak” jawab Bambang.
            “Tapi saya kira rakyat tidak akan keberatan jika Bung Tomo diakui sebagai Pahlawan Nasional karena perannya yang sangat besar dalam menumbuhkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Inggris dan Belanda” Kata Gus Ipul selaku Ketua GP Ansor.
            “Saya sependapat dengan bapak , tapi kami dari pihak keluarga memang tidak pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk mengakui bapak sebagai pahlawan Nasional , karena bapak pernah berpesan bahwa menjadi pahlawan dimata rakyat jauh lebih penting ketimbang gelar formal dari pemerintah” Ujar Bambang Sulistomo.
            “Baiklah Pak Bambang, jika selama ini belum ada pihak yang mengusulkan Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional , sebaiknya Presiden SBY mengambil inisiatif tersendiri untuk hal ini. Karena menurut saya ada dosa kolektif yang akan kita tanggung jika melupakan jasa besar Bung Tomo. Olehnya, saya akan berusaha untuk mengetuk pintu hati SBY agar segera mengambil tindakan untuk hal ini ” ungkap Saiffulah kepada Bambang.
            “Terimakasih banyak atas inisiatif bapak untuk Ayah saya” kata Bambang.

***


            Setahun kemudian setelah adanya pertemuan antara Bambang Sulistomo dengan ketua GP Ansor,  Saiffulah Yusuf. Akhirnya Bung Tomo mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Pusat pada peringgatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008.
            Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta. Memang sudah seharusnya Bung Tomo mendapatkan gelar Pahlawan Nasional meskipun terlambat sejak 28 tahun yang lalu beliau wafat.
            Hal ini berlandaskan dari kata bijak , yakni “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa – jasa para pahlawannya”. Sesungguhnya seorang pahlawan sejati mendapatkan gelar ataulah pengakuan tidaklah penting. Tetapi yang utama bagi seorang pahlawan adalah berjuang dengan atas dasar panggilan hati dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

***


                                               “Kupersembahkan untukmu Pahlawanku” 

                                                                         - Bung Tomo -
                                                                   



***






            Alhamdulilahirabbilalamin...
           Puji Syukur untuk Allah SWT.
           
            Cerpen ini merupakan Follow  Up dari Kegiatan Lawatan Sejarah  Nasional di Surabaya, tanggal 7–11 September 2013. Yang saya buat untuk mengikuti Lomba menulis Cerpen serial Pahlawan dalam rangka Hari Pahlawan Nasional 2013 dan Alhamdulilah Cerpen ini berhasil menjadi Juara 1 ditingkat SLTP /SLTA  Se-Provinsi Gorontalo.
            Oleh karenanya , untuk itu saya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada  teman-teman  LASENAS 2013 yang telah memberikan saya pengalaman yang luar biasa tentang Kesejarahan & Kepahlawanan Indonesia.
            Selain itu, saya juga ingin mengucapkan  terimakasih juga untuk beberapa pihak. Diantara Orangtua  terutama Om, yang selalu siap mengkoreksi Cerpen saya, Guru Bahasa Indonesia yang telah membimbing saya dalam  mebuat Cerpen, Salah seorang teman yang selalu Mendukung, Menyemangati, Memotivasi,  Mendo’akan,  Memberikan Kritik & saran, juga mempercayai bahwa saya bisa menjadi seorang Penulis seperti cita-cita saya.
            Tak lupa pula saya ingin mengucapkan terimakasih  untuk seseorang yang selalu saya sayangi sampai dengan detik ini dan saya berharap semoga ia membaca Cerpen ini. Serta yang Paling utama saya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada Allah SWT yang telah memberikan Hadiah yang luar biasa diUlang Tahun saya yang ke-17 th. Tepatnya hari ini (11 November 2013).

“I dedicate this to all of you all”


***

Foto Dokumentasi :



Penyerahan Piala Penghargaan Oleh Habiburrahman El-Shirazy 
(Penulis Best Selller No.1 Indonesia, Aktor film Sekaligus Sutradara) 




Foto bersama saya dengan Muhamad Irata, Ketua FLP Gorontalo, Habiburahman
El-Shirazy, Pejabat Walikota Gorontalo & Pemenang Lomba Cerpen Juara 2 & 3.



Penyerahan Hadiah Utama dalam bentuk tabungan dari Bank Muamalat





Juara 1 Lomba menulis Cerpen Tingkat SLTP/SLTA Se-Provinsi Gorontalo