“Gelar
Pahlawan yang Terlambat”
Oleh : Tri
Indah Sari
Matahari mulai terbit dan
memancarkan sinarnya dari arah barat. Titik – titik embun membasahi setiap
tumbuhan hidup dipelataran sebuah rumah sederhana yang berada dikawasan Menteng
Jl. Besuki No. 27. Dari dalam rumah nampak terdengar suara percakapan antara
Ibu dan anak.
“Bu... saya pergi dulu” ujar Bambang
Sulistomo kepada ibunya, Sulistina Sutomo.
“Iya nak, pergilah. Hati – hati
dijalan jangan lupa bawalah ini untuk nyekar
di kuburan bapak nanti, Maaf ibu tidak
bisa ikut” kata ibu kepada Bambang sambil memberikan sebuah toples yang berisi
air bunga dan potongan daun pandan yang dibungkus sebuah taplak bermotif batik
tulis Madura.
“Iya bu, terimakasih banyak” ucap
Bambang sambil mencium tangan ibunya.
Bambang menghidupkan mesin motornya
dan bergegas menuju kawasan Monumen tugu Pahlawan 10 November yang terletak di
Jl. Pahlawan 60175, Kota Surabaya tepatnya didepan kantor Gubernur Jawa Timur.
Sesampainya
disana Bambang langsung mencari tempat yang aman untuk memarkirkan motornya.
Lalu berjalan ke arah lapangan dan masuk
kedalam sebuah barisan yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat
diantaranya ada Guru, Polisi, Polwan, Tentara, Pejabat, Kepala Desa, Camat, Walikota
dan tokoh – tokoh masyarakat lainnya untuk mengikuti upacara peringatan hari
Pahlawan.
Saat tengah
mengheningkan cipta, tiba – tiba setetes air bening jatuh dari pelupuk mata
Bambang. Suasana saat itu mengingatkan Bambang pada Ayahnya, Bung
Tomo. Seorang tokoh sentral yang dikenal dengan semboyan “rawe – rawe rantas malang – malang tuntas” dan rela berjuang
mempelopori Kemerdekaan di tanah Surabaya serta berhasil membakar semangat
juang arek – arek suroboyo dalam
mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada waktu itu.
Tak
ingin larut dalam suasana, sejenak Bambang melemparkan pandangannya pada sebuah
monumen yang menjadi markah tanah Kota Surabaya. Monumen setinggi 41,15 meter
berbentuk lingga atau paku terbalik. Monumen yang dibangun oleh pemerintah Jawa
Timur untuk mengenang jasa para pahlawan yang berperang mempertahankan
Kemerdekaan. Monumen itu berbentuk lengkungan-lengkungan sebanyak 10 lengkungan, dan terbagi atas 11 ruas.
Tinggi dan ruas mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945. Suatu
tanggal bersejarah, bukan hanya bagi penduduk kota Surabaya, tetapi juga bagi
seluruh Rakyat Indonesia.
Hari
Pahlawan memang rutin diperingati di seluruh Indonesia khususnya dikota
Surabaya yang disebuat juga sebagai Kota Pahlawan. Tapi hal itu tidak lebih
dari pada Ceremonial belaka. Nilai –
nilai yang terkandung didalamnya tidak lagi dihayati dan tidak mewarnai aktivitas
kehidupan bermasyarakat. Kehidupan Dinamis ala
Barat yang sangat mendewakan Individu, terlihat sangat berperan penting
sebagai penyebab memudarnya nilai – nilai kepahlawanan yang ada pada generasi
muda Indonesia saat ini.
Usai
mengikuti upacara memperingati hari Pahlawan, Bambang kembali bergegas menuju
makam Ayahnya yang terletak diPemakaman Umum, Ngagel Surabaya.
***
Dahulu
saat Bung Tomo masih hidup ia pernah berwasiat kepada istrinya, Sulistina
Sutomo.
“Bu...
jika bapak meninggal nanti tolong sampaikan kepada Bambang jangan kuburkan
bapak di Taman Makam Pahlawan” ujar Bung Tomo kepada istrinya.
“Memangnya
kenapa pak? Mengapa bapak tidak ingin dikuburkan diTaman Makam Pahlawan ? tanya
istrinya penasaran.
“Karena
menurut bapak, diTaman Makam Pahlawan itu banyak diisi oleh Pahlawan yang mucul
saat perang telah usai. Ibaratnya seperti Pelagi yang muncul saat hujan telah
berhenti. Pada saat Negara dalam keadaan
kritis, banyak diantara mereka yang dianggap sebagai Pahlawan tidak berani membela Kemerdekaan
bangsa. Namun, saat Negara sudah kembali damai mereka justru menampakkan diri
dan mengagung – agungkan jasanya agar dikenang sepanjang masa” kata Bung Tomo
menjelaskan kepada istrinya.
“Baiklah
pak jika demikian, Nanti akan ibu sampaikan Wasiat bapak kepada Bambang” kata Ibu Sulistina kepada
suaminya.
“Terimakasih
banyak bu, bapak berharap semoga ibu dan Bambang mengerti akan maksud bapak”
“Iya
pak, ibu mengerti”
Selain
itu, saat masih hidup Bung Tomo pernah mengkritik Soekarno & Soeharto
ketika keduanya menjadi Presiden. Bung Tomo pernah terlibat adu mulut dengan
Bung Karno. Pertemanannya dengan Proklamator RI Soekarno memburuk setelah
keduanya terlibat pertengkaran. Ketika mengingatkan teman, Bung Tomo tidak perduli
dengan segala kepentingan diri sendiri seperti jabatan, kekuasaan maupun harta
kekayaan.
Pada
masa pemerintahan orde Baru, Bung Tomo banyak mengkritik kebijakan Soeharto
yang dianggapnya mulai melenceng. Akibatnya tanggal 11 April 1978 ia ditangkap
dan dipenjara oleh pemerintah Soeharto. Hal inilah yang dinilai sebagai
penyebab belum diakuinya Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah
***
Pada
saat perjalanan menuju Pemakaman Umum di
Ngagel Surabaya , tiba – tiba Bambang
menghentikan motor yang dikendarainya saat tengah melintasi Jembatan Merah.
Bambang kembali teringat akan Ayahnya, Bung Tomo yang telah Wafat pada 7
Oktober 1981 di Padang Arafah Arab Saudi pada umur 61 tahun.
Bambang
juga teringat akan peristiwa heroik yang
terjadi diTanah Surabaya dan Jembatan Merah itulah yang menjadi saksi bisunya.
Pertempuran
10 November disurabaya kala itu diawali oleh sebuah Insiden perobekan Bendera
Merah Putih Biru yang dikibarkan oleh sekelompok orang Belanda di Hotel Yamato
Jl. Tunjungan no.65 Surabaya, yang dikemudian dirobek warna birunya oleh pemuda
Surabaya karena mereka menganggap bahwa Belanda telah menghina Kedaulatan
Indonesia.
Setelah
itu Terbunuhnya Brigadir
Jendral Aubertin Mallaby, (pimpinan tentara Inggris) oleh tembakan pistol seorang
pemuda Indonesia pada saat melewati Jembatan Merah, juga merupakan bagian dari
penyebab terjadinya pertempuran 10 November.
Kematian
Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia sehingga keluarlah sebuah Ultimatum 10
November 1945 yang dibuat oleh Mayor Jendral Mansergh, untuk meminta pihak
Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara
Inggris.
Pada
10 November pagi , tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar
yang diawali dengan dentuman bom yang sangat dahsyat. Akibatnya tidak sedikit
korban yang berjatuhan dimana-mana. Hingga suatu ketika seorang pelopor pemuda yang mempunyai andil besar dalam
memompa semangat, keberanian, dan rasa cinta tanah air , berpidato lewat sebuah siaran diradio.
Berikut ini isi pidato Bung Tomo
yang berhasil mengobarkan semangat arek – arek suroboyo dalam melawan para
Penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia :
Saudara-saudara rakyat jelata
di seluruh Indonesia
terutama saudara-saudara
penduduk kota Surabaya
kita semuanya telah
mengetahui bahwa hari ini
tentara inggris telah
menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu
ancaman kepada kita semua
kita diwajibkan untuk
dalam waktu yang mereka tentukan
menyerahkan
senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
mereka telah minta supaya
kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
mereka telah minta supaya
kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita
menyerah kepada mereka
Saudara-saudara di dalam
pertempuran-pertempuran yang lampau
kita sekalian telah menunjukkan
bahwa rakyat Indonesia di
Surabaya
pemuda-pemuda yang
berasal dari Maluku
pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
pemuda-pemuda yang
berasal dari Pulau Bali
pemuda-pemuda
yang berasal dari Kalimantan
pemuda-pemuda dari
seluruh Sumatera
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli
dan seluruh pemuda Indonesia
yang ada di surabaya ini
di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing
dengan
pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
telah menunjukkan satu
pertahanan yang tidak bisa dijebol
telah menunjukkan satu
kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang
licik daripada mereka itu saudara-saudara
dengan mendatangkan
presiden dan pemimpin - pemimpin lainnya ke Surabaya ini
maka kita ini tunduk utuk
memberhentikan pentempuran tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri
dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita
semuanya
kita bangsa indonesia
yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu
dan kalau
pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya
ingin mendengarkan jawaban rakyat
Indoneisa ingin mendengarkan
jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di
Surabaya ini
dengarkanlah ini tentara
inggris
ini jawaban kita
ini jawaban rakyat
Surabaya ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris
kau menghendaki bahwa
kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
kau menyuruh kita
mengangkat tangan datang kepadamu
kau menyuruh kita membawa
senjata - senjata yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan
kepadamu
tuntutan itu walaupun
kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita
dengan kekuatan yang ada
tetapi inilah jawaban
kita :
selama banteng-banteng Indonesia masih
mempunyai darah merah
yang dapat membikin
secarik kain putih merah dan putih
maka selama itu tidak
akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat
Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan
sekali lagi jangan mulai menembak baru kalau kita ditembak
maka kita akan ganti
menyerang mereka itu kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang
yang ingin merdeka Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur
lebur daripada tidak merdeka semboyan kita tetap:
merdeka atau mati!
Dan kita yakin
saudara-saudara pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab
Allah selalu berada di pihak yang benar percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi
kita sekalian
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
***
Sesampainnya
di Pemakaman Umum Ngagel Surabaya , Bambang langsung mencari Makam Ayahnya.
Lalu dibukanya sebuah toples berisi air bunga dan potongan daun pandan yang dititipkan
oleh ibunya.
Kemudian
Bambang berdo’a sambil menitikan air mata untuk Ayahnya.
“Ya
Allah.. yang maha Pengasih lagi maha Penyayang , ampunilah segala dosa – dosa
bapak selama didunia. Jauhkanlah Bapak dari siksaan api neraka dan berikanlah
bapak tempat yang lapang disisi mu. Agar
bapak bahagia disana. Robbighfirlii
waliwaalidayya Robbirhamhumaa kamaa Robbayaanii shoghiiroo, Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti
hasanah waqina 'adzabannar" Amin.
Seusai
berdo’a Bambang menyapu linangan air mata yang membasahi pipinya. Lalu ditaburinya
kuburan ayahnya dengan setoples air bunga dan potongan daun pandan. Sejenak ia
berdiri dan memandang pusara kubur ayahnya kemudian berjalan pergi meninggalkan
makam sambil sesekali menengok kearah kuburan ayahnya.
“Bapak,
maafkan Bambang. Meskipun bapak belum diakui sebagai Pahlawan Nasional sampai
saat ini oleh pemerintah tapi bapak tetap jadi seorang Pahlawan untuk Bambang,
Bambang bangga punya Ayah seperti bapak, dan Bambang yakin bahwa rakyat juga mengakui bahwa bapak adalah seorang
Pahlawan yang luar biasa bagi mereka. Bambang juga mengerti mengapa bapak tidak
ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
layaknya seorang Pahlawan Nasional, karena bapak ingin berbaur ditengah
– tengah makam para rakyat di Pemakaman Umum ini. Semoga bapak tenang diAlam sana.” Bambang
berkata dalam hati.
***
Usai
nyekar dimakam ayahnya, Bambang
pulang kerumah. Sesampainya dirumah Bambang disambut dengan hangat oleh ibunya.
“Assalamualaikum
bu” ujar Bambang sambil mencium tangan ibunya.
“Walaikum
salam nak” balas ibu Sulistina sambil mengelus kepala putranya.
“Ayo
istirahatlah dulu , ibu sudah buatkan teh hangat untumu”
“Iya
bu, terimakasih”
“Nak..
ini ada undangan dari Ketua Umum GP Ansor. Bapak Saifullah Yusuf untuk kamu”
Kata ibu sulistina sembari menyerahkan sebuah surat undangan kepada Bambang.
“Undangan
apa bu?” tanya Bambang penasaran.
“Tadi
pagi setelah upacara peringatan Hari Pahlawan beliau datang mencarimu, katanya
beliau berinisiatif untuk mengusulkan Ayahmu sebagai Pahlawan Nasional karena
sampai saat ini Ayahmu belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari
pemerintah” kata Ibu Sulistina menjelaskan.
“Untuk
apa mengusulkan bapak sebagai Pahlawan Nasional bu ? jika pemerintah memang menyadari
bahwa bapak adalah Pahlawan maka sudah seharusnya pemerintah memberikan gelar
pahlawan Nasional pada bapak tanpa harus adanya usulan dari kita” ungkap
Bambang, seperti kurang setuju
dengan penjelasan dari ibunya.
“Iya
nak, ibu juga tahu bahwa bapakmu bukan
orang yang gila akan kehormatan. Ibu juga mengerti bahwa bapak tidak perlu
pengakuan sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah pusat. Tapi yang penting
rakyat mengetahui dan mengakui bahwa bapakmu adalah pahlawan untuk kita
semua” ujar ibu Sulistina sambil
meneteskan air mata tanpa disadarinya secara tiba – tiba.
“Iya
bu , Bambang juga mengerti akan hal itu”.
“Besok
pergilah ke kantor GP Ansor dan
temuilah Bapak Saifullah
Yusuf , orang yang berniat baik untuk mengingatkan kepada pemerintah tentang
pentingnya Ayahhmu.
“Iya
bu, besok saya akan pergi menemui beliau” kata Bambang menuruti perintah
ibunya.
***
Keesokan
harinya dikantor Ketua Umum GP Ansor.
“Selamat
pagi Pak Bambang” Ujar Gus Ipul sambil menjabat tangan
Bambang
“Selamat
pagi juga pak”
“Begini
Pak Bambang , Peringatan
Hari Pahlawan 10 November sangatlah identik dengan tokoh Bung Tomo. Tetapi , terus terang, saya kaget karena
sampai saat ini ternyata pemerintah pusat belum juga mengakui Ayah anda sebagai Pahlawan
Nasional. Kira – kira apakah penyebabnya?”
“Belum
diakuinya bapak sebagai Pahlawan Nasional menurut saya disebabkan karena adanya
gesekan antara bapak dengan Pemerintah Orde baru pada waktu itu. Selain itu ada
persyaratan administrasi yang belum dipenuhi untuk mengusulkan Ayah saya
sebagai Pahlawan Nasional yaitu Bung Tomo belum di seminarkan di didaerah” kata
Bambang menjelaskan.
“Lantas
apa tujuan dari seminar itu Pak
Bambang”? tanya Saiffulah Yusuf.
“Seminar
itu dilakukan untuk mengetahui apakah ada pihak yang keberatan Bung Tomo
menjadi Pahlawan Nasional atau tidak” jawab Bambang.
“Tapi
saya kira rakyat tidak akan keberatan jika Bung Tomo diakui sebagai Pahlawan
Nasional karena perannya yang sangat besar dalam menumbuhkan semangat rakyat
untuk melawan kembalinya penjajah Inggris dan Belanda” Kata Gus Ipul selaku Ketua GP Ansor.
“Saya
sependapat dengan bapak , tapi kami dari pihak keluarga memang tidak pernah
mengusulkan kepada pemerintah untuk mengakui bapak sebagai pahlawan Nasional ,
karena bapak pernah berpesan bahwa menjadi pahlawan dimata rakyat jauh lebih
penting ketimbang gelar formal dari pemerintah” Ujar Bambang Sulistomo.
“Baiklah
Pak Bambang, jika selama
ini belum ada pihak yang mengusulkan Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional ,
sebaiknya Presiden SBY mengambil inisiatif tersendiri untuk hal ini. Karena
menurut saya ada dosa kolektif yang akan kita tanggung jika melupakan jasa
besar Bung Tomo. Olehnya, saya akan berusaha untuk mengetuk pintu hati SBY agar
segera mengambil tindakan untuk hal ini ” ungkap Saiffulah kepada Bambang.
“Terimakasih
banyak atas inisiatif bapak untuk Ayah saya” kata Bambang.
***
Setahun
kemudian setelah adanya pertemuan antara Bambang Sulistomo dengan ketua GP
Ansor, Saiffulah Yusuf. Akhirnya Bung Tomo
mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Pusat pada peringgatan Hari
Pahlawan tanggal 10 November 2008.
Keputusan
ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia
Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta. Memang sudah
seharusnya Bung Tomo mendapatkan gelar Pahlawan Nasional meskipun terlambat
sejak 28 tahun yang lalu beliau wafat.
Hal
ini berlandaskan dari kata bijak , yakni “Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa – jasa para pahlawannya”. Sesungguhnya seorang pahlawan sejati
mendapatkan gelar ataulah pengakuan tidaklah penting. Tetapi yang utama bagi
seorang pahlawan adalah berjuang dengan atas dasar panggilan hati dan cinta
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
***
- Bung Tomo -
***
Alhamdulilahirabbilalamin...
Puji Syukur untuk Allah SWT.
Cerpen
ini merupakan Follow Up dari Kegiatan
Lawatan Sejarah Nasional di Surabaya,
tanggal 7–11 September 2013. Yang saya buat untuk mengikuti Lomba menulis
Cerpen serial Pahlawan dalam rangka Hari Pahlawan Nasional 2013 dan
Alhamdulilah Cerpen ini berhasil menjadi Juara 1 ditingkat SLTP /SLTA Se-Provinsi Gorontalo.
Oleh
karenanya , untuk itu saya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman
LASENAS 2013 yang telah memberikan saya pengalaman yang luar biasa
tentang Kesejarahan & Kepahlawanan Indonesia.
Selain
itu, saya juga ingin mengucapkan
terimakasih juga untuk beberapa pihak. Diantara Orangtua terutama Om, yang selalu siap mengkoreksi
Cerpen saya, Guru Bahasa Indonesia yang telah membimbing saya dalam mebuat Cerpen, Salah seorang teman yang
selalu Mendukung, Menyemangati, Memotivasi,
Mendo’akan, Memberikan Kritik
& saran, juga mempercayai bahwa saya bisa menjadi seorang Penulis seperti
cita-cita saya.
Tak
lupa pula saya ingin mengucapkan terimakasih
untuk seseorang yang selalu saya sayangi sampai dengan detik ini dan
saya berharap semoga ia membaca Cerpen ini. Serta yang Paling utama saya ingin
mengucapkan terimakasih banyak kepada Allah SWT yang telah memberikan Hadiah
yang luar biasa diUlang Tahun saya yang ke-17 th. Tepatnya hari ini (11
November 2013).
“I
dedicate this to all of you all”
***
Foto Dokumentasi :
Penyerahan
Piala Penghargaan Oleh Habiburrahman El-Shirazy
(Penulis Best Selller No.1
Indonesia, Aktor film Sekaligus Sutradara)
Foto bersama saya dengan Muhamad Irata, Ketua FLP
Gorontalo, Habiburahman
El-Shirazy, Pejabat Walikota Gorontalo & Pemenang
Lomba Cerpen Juara 2 & 3.
Penyerahan Hadiah Utama dalam bentuk tabungan dari Bank Muamalat
Juara 1 Lomba menulis Cerpen Tingkat
SLTP/SLTA Se-Provinsi Gorontalo